Minggu, November 17, 2024

Cerpen: Arina

Oleh: Hendrika LW

Gerimis di senja ini kembali mengurai rinduku pada sebuah senyuman. Kehangatan yang kurasakan saat memeluk pagi di akhir Januari itu, masih membekas dalam sanubariku.

Sepenggal kisah yang hingga kini tersimpan rapi. Ah, andaikan bukan Arina. Kisah itu tak akan pernah menggores perasaanku.

Mungkin juga aku tak akan menginjakkan kaki lagi di Kota Jakarta. Monas dan cerita lainnya di metropolitan saat itu, mungkin hanya jadi kenangan.

Hujan deras mengguyur, memecah lamunanku. Senja yang biasanya lambat pamit ke peraduan, mendadak menghilang. Siluet yang menebar pesona jingganya pada semesta. Tiba-tiba lenyap.

Aku duduk saja di beranda. Menyaksikan anak-anak bermain bola di lapangan yang sedari tadi disiram hujan. Membangkitkan kenangan masa kecil, saat aku di kampung. Tak terasa secangkir kopi dan sebatang sigaret pun hampir kandas.

Handphoneku berdering. Kulihat layar monitor. Arina.

“Halo Bas. Januari aku ada event manggung di Jakarta lho, datang ya.”

Aku belum menjawab bisa datang atau tidak.

“Please. Pokoknya kamu harus hadir!” ujarnya mengultimatum.

Sebastian Fulan. Aku panggil kau, Bas ya. Mantap seperti suaramu, kata Arina saat acara maba belasan tahun lalu, yang membuatku tak pernah melupakannya.

“Pokoknya harus hadir!” kalimat itu juga masih tergiang-ngiang. Harus hadir, Bas.

Lama aku termenung. Batin mau robek rasanya. Hmm, aku akan bertemu lagi dengan Arina. Setelah kehilangan jejaknya selepas wisuda di kota Bandung.

Empat tahun merajut kebersamaan di kampus itu, kenangan demi kenangan tak pernah lekang oleh waktu. Sekalipun sepuluh tahun terpisah.

“Bas. Kuharap kita tetap bersama, ya. Sampai kapan pun,” ucapnya menerang kala itu, saat aku mengantarnya ke bandara untuk pulang ke Menado.

Pos Terkait :  Cerpen: Langit Jingga di Hati Sarah

Namun apa daya. Entah kenapa, alam memisahkan kami selama ini.

Malam kian larut. Udara makin menggigit tulang. Tapi mataku belum juga ingin terpejam. Arina. Bayangannya memenuhi pikiranku. Kulitnya yang putih, peringainya lembut, dan semua tentangnya menggugah perasaan kangenku.

“Bas. Tiket sudah ready, kan?” pesan di WhatsApp ini membawaku kepadanya.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Latest Articles