Minggu, November 17, 2024

Menduetkan Ganjar-Prabowo Bukan Pilihan Bijak

Oleh: Efriza, Dosen Ilmu Pemerintahan di Universitas Sutomo, Serang, Banten

POROS Koalisi Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sedang mengalami goncangan hebat pasca isu Prabowo Subianto akan diduetkan dengan Ganjar Pranowo dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

PKB akhirnya geram dengan isu ini karena kans besar Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum untuk mendampingi Prabowo sebagai calon wakil presiden (cawapres) makin mengecil.

Hubungan PDIP dengan Gerindra saat ini harmonis. Sempat kedua partai ini hubungannya merenggang terkait perjanjian batu tulis yang diabaikan oleh PDIP. Kedua partai ini memang menjadi kekuatan bersama di legislatif dan eksekutif dalam membantu Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kedua partai ini sama-sama berideologi nasionalis dan juga dua kekuatan besar partai dalam urutan pertama dan kedua pada Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2019 lalu. Kedua partai ini juga pernah berkoalisi bersama dalam mengusung Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto pada Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2009 lalu.

Wacana Prabowo-Ganjar Hal Mustahil

Prabowo Subianto saat ini hubungannya sangat dekat dengan Presiden Jokowi. Sebagai pembantu Presiden Jokowi, Prabowo juga menunjukkan sikapnya yang loyal. Prabowo juga turut mengomandoi Gerindra kompak dan loyal mendukung Presiden Jokowi. Wajar akhirnya, Presiden Jokowi menyemangati Prabowo Subianto yang maju kembali sebagai calon presiden (capres) dalam pertarungan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024 ini.

Meski hubungan keduanya harmonis. Tetapi diyakini Presiden Jokowi tetap memilih memberikan dukungan kepada sosok dari partainya yakni PDIP. Sosok yang didukung oleh Jokowi mudah diterka oleh publik yakni Ganjar Pranowo. Akhirnya, kedua sosok yang dekat dengan Jokowi, yakni Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo mengapung di publik untuk diduetkan.

Kedua pasangan ini Prabowo-Ganjar jika dipasangkan berdasarkan hasil Survei Indostrategic berhasil meraup 60 persen suara. Pilpres disinyalir hanya selesai dalam satu putaran. Prabowo-Ganjar dapat menjungkalkan Anies-AHY yang hanya meraup 29,6 persen saja (merdeka.com, 22 November 2022).

Pos Terkait :  Koalisi Perubahan dan Harga Diri Surya Paloh

Hanya saja memasangkan Prabowo-Ganjar bukan persoalan mudah. PDIP tidak mungkin tertarik dengan wacana ini. PDIP saat ini masih membiarkan kedua tokohnya yang potensial Puan Maharani dan Ganjar pranowo untuk menarik banyak massa pemilih menaikkan elektabilitasnya. Sisi lain, Megawati akan marah kembali, jika hak prerogatifnya dalam memilih pasangan di pilpres direcoki dengan mencuatnya wacana Prabowo-Ganjar.

Megawati juga tidak mungkin akan menempatkan PDIP nomor dua hanya sebagai calon wakil presiden (cawapres). Sedangkan PDIP adalah peraih suara terbanyak dan satu-satunya partai yang berhak mengajukan paket calon secara sendiri tanpa perlu berkoalisi.

Megawati bukanlah tokoh yang mudah dipengaruhi, ia lebih mengedepankan partainya di atas segala kepentingan diri maupun hubungan harmonis dengan partai lain sekalipun. Ini ditunjukkan oleh Megawati tak khawatir ketika Gerindra marah, akibat Megawati dan PDIP melanggar kesepakatan batu tulis untuk mengusung Prabowo Subianto tempo lalu.

Ganjar-Prabowo Berpotensi Menguatkan Elektabilitas Anies

Ketika Presiden Jokowi dihadapan para relawan Jokowi memberikan beberapa klue tentang capres yang diendorsenya. Seketika isu Prabowo-Ganjar juga mengalami pergeseran menjadi Ganjar-Prabowo. Ini karena kedua tokoh itu Prabowo dan Ganjar memang mendapatkan respons positif dari Presiden Jokowi.

Ganjar-Prabowo memang pilihan yang menarik. Sepintas lebih masuk akal untuk memperoleh dukungan dari Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP. Tetapi juga berat untuk terealisasikan, karena Gerindra sudah mengajukan Prabowo Subianto sebagai capres.

Banyak yang memperkirakan Prabowo Subianto adalah sosok pragmatis, sehingga akan berkenaan dan legowo menjadi cawapres. Meskipun, ia sudah dideklarasikan sebagai capres dari Gerindra. Asumsi ini ditenggarai melihat realitas ketika kalah dalam Pilpres 2019 lalu bahwa Prabowo Subianto saja berkenaan menjadi pembantu presiden. Padahal, Prabowo sebagai pembantu presiden dari rivalnya yang telah mengalahkannya dua kali yakni Jokowi.

Pos Terkait :  Stok Beras di Kota Kendari Aman hingga Idul Fitri

Prabowo terkesan akan mau saja menjadi cawapres. Padahal asumsi ini belum tentu sepenuhnya benar. Sebab, Prabowo tentu akan merasakan begitu malu dirinya yang sudah dideklarasikan sebagai capres malah memilih sebagai cawapres.

Prabowo selama ini bukan seperti calon-calon presiden dari partai-partai lain, yang hanya didorong sebagai capres agar partainya punya posisi tawar, dianggap memiliki kekuatan untuk bersaing karena punya capres. Selanjutnya dapat diterka hanya wara-wiri saja namanya tak pernah sempat merasakan benar-benar sebagai pasangan calon.

Beda dengan Prabowo yang sudah mengikuti pilpres tiga kali sebagai cawapres satu kali dan dua kali sebagai capres. Prabowo tidaklah mungkin kembali menjadi cawapres dipasangkan kembali dengan PDIP seperti pada Pilpres 2009 lalu. Sebab, posisi Prabowo sudah naik level, dua kali ia maju dan bertarung hingga rematch dengan Jokowi sebagai capres.

Prabowo tentu menyadari jika menerima sebagai cawapres, ini malah menunjukkan ia turun level. Prabowo adalah tokoh nasional, Menteri Pertahanan dan sekaligus Ketua Umum Partai dari Gerindra, tentu saja ide ini cenderung menurunkan penilaian terhadap dirinya. Jika dipasangkan sebagai cawapres dari Ganjar Pranowo yang hanya sosok sukses sebagai eksekutif di daerah dan juga bukan sosok Ketua Umum partai.

Jika Prabowo mau menerima sebagai cawapres dari Ganjar Pranowo, malah yang terjadi adalah menaikkan elektabilitas Anies Baswedan. Penurunan elektabilitas Prabowo bisa terjadi signifikan, karena masyarakat dua kali dikecewakan oleh Prabowo, seperti menjadi menteri dari Presiden Jokowi yang merupakan rival, dan perilaku pragmatis dideklarasikan sebagai capres malah memilih jadi cawapres Ganjar Pranowo.

Elektabilitas Prabowo yang masuk tiga besar, dapat saja menurun drastis dan akan lari kepada figur Anies Baswedan. Kecenderungan menang malah diperkirakan cenderung menurun drastis, jika dibandingkan mengajukan Prabowo sebagai capres sedangkan Ganjar Pranowo sebagai cawapresnya.

Pos Terkait :  ADMM (Defense Ministers’ Meeting) Menjadi Bagian Penting pada ASEAN, Apakah Indonesia Perlu Perannya ?

Sehingga demikian, kedua upaya bongkar-pasang untuk memadukan dua sosok yang ditenggarai didukung oleh Jokowi ini dapat diperkirakan bukan pilihan yang bijaksana. (*)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Latest Articles