JAKARTA – Keputusan Muhaimin Iskandar menerima pinangan Anies Baswedan, untuk maju berdampingan dalam Pilpres 2024 dianggap hanya sebagai pelampiasan kekecewaan kepada Prabowo.
Muhaimin tidak memperhitungkan dampak yang akan dia terima, apalagi menyangkut penerimaan Kalangan Nahdlatul Ulama (NU) terhadap Koalisi Perubahan yang juga berisikan PKS.
“Menurut saya Ada 2 hal yang membuat Cak Imin langsung menerima pinangan Nasdem itu, satu karena melihat semakin jauhnya harapan menjadi cawapres dari Koalisi Prabowo. Masuknya Golkar dan PAN membuat daya tawar Cak Imin menjadi sangat rendah, apalagi kita tahu selama ini PKB mendesak untuk deklarasi selalu tidak ditanggapi Gerindra, yang terjadi malah PKB ‘ditinggalkan’ sekaligus koalisi ganti nama,” ujar Pengamat Politik Citra Institute Efriza dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/9/2023).
Alasan kedua menurut Efriza, adalah bayang-bayang pemeriksaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang semakin terang.
KPK telah menyatakan membuka peluang memeriksa Muhaimin Iskandar, dalam kasus pengadaan software IT Kemenaker Tahun 2012, saat dia menjadi Menteri Tenaga Kerja.
“Iya, itu semacam cepat-cepatan dengan KPK. Jadi dahului deklarasi, sehingga di saat pemanggilan datang maka akan terkesan seperti kriminalisasi. Mereka bisa gunakan diksi seperti KPK layaknya alat kepentingan politik, Itu menurut saya ya, walau saya sangat berharap bukan seperti itu. Cuma deklarasi cepat dan terburu-buru itu, membuat pertanyaan bagi saya ya, juga memungkinkan dibenak publik” sambungnya.
Efriza juga menjelaskan dampak-dampak yang akan diterima oleh Muhaimin akibat keputusan yang terburu-buru itu. Terutama dari Kalangan NU, yang bisa meninggalkan dia dan PKB pada Pemilu 2024 mendatang.
“Cak Imin bisa menuai badai dari pemilih NU, bahkan bisa membuat PKB juga akan ditinggal. Seperti kita sama-sama tahu, ada pemisah yang tebal sekali antara NU dengan PKS, ibarat tembok pemisah yang sangat sulit untuk dirubuhkan. Cak Imin berusaha untuk merubuhkan itu, bisa-bisa dia yang tertimpa sendiri,” terang Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Supomo Serang itu.
Selama ini kondisi perpolitikan nasional sangat didominasi oleh 2 kelompok besar, yakni nasionalis dan agamis.
Kelompok agamis juga terpisah oleh batas yang tinggi sekali, yakni Kelompok Islam Moderat dan Kelompok Islam Tradisional yang merujuk ke Nahdlatul Ulama.
“Dengan bergabungnya Cak Imin ke koalisi Anies yang didukung penuh oleh Kelompok Islam Moderat, saya menduga Kelompok Islam Tradisional atau NU akan memilih gerbong lain. Cak Imin akan ditinggal sendiri oleh pendukung utamanya,” imbuh Efriza.
Dampak ini juga akan dirasakan langsung oleh PKB, memungkinkan pemilih NU juga dipastikan akan bergeser ke PPP maupun PDIP. Warga NU sudah pintar sehingga bisa menentukan pilihannya sendiri di Pilpres 2024. Kepastiannya nanti dilihat pada hasil akhir perolehan suara Pemilu 2024.***