JAKARTA – Partai Golkar, PPP dan PAN, partai yang menggagas koalisi Indonesia Bersatu (KIB) beda sikap soal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diusung di Pilpres 2024.
Jauh hari, PPP sudah menyatakan dukungannya untuk Ganjar Pranowo di Pilpres 2024. Sementara Golkar masih berkeinginan mengusung Airlangga Hartarto sebagai capres.
Begitu juga PAN, partai yang dikomandoi Zulkifli Hasan belum menyatakan dukungannya.
Pengamat Politik Citra Institute Efriza berpandangan, jika KIB sudah bubar pasca PPP mengambil sikap sendiri dan tidak diikuti oleh PAN dan Golkar. Keputusan itu milik pribadi partai PPP bukan atas nama koalisi.
“Jadi KIB bukan lagi Koalisi Indonesia Bersatu, tetapi kumpulan dari tiga partai semata,” kata Efriza, Minggu (28/5/2023).
Kata Efriza, bubarnya KIB menunjukkan Koalisi PAN-PPP-Golkar dalam KIB tidak benar-benar serius. Ini membuktikan bahwa mereka bergabung karena ada permasalahan dan tekanan di masing-masing partai, misal PPP jika tak membuat koalisi maka akan dirongrong oleh kadernya karena dianggap pasif dan tak peduli partai sedang diambang kenyataan akan tak lolos di Parlemen, Senayan.
Sedangkan, Zulkifli Hasan bermaksud ingin menunjukkan mereka masih kuat, internal masih bersatu, meski banyak ditinggal dan pindah ke Partai Ummat pasca konflik Zulhas dan Amien Rais, Zulhas juga ingin menunjukkan PAN masih diperhitungkan di kancah politik nasional.
Sedangkan Airlangga Hartarto, khawatir akan dievaluasi karena sudah ditetapkan sebagai capres Golkar tapi tak bekerja keras menguatkan posisi tawarnya sebagai capres/cawapres.
“Amat disayangkan, KIB koalisi pertama terbentuk dan punya kesepakatan politik bersama, malah bubar ketika PPP mengambil keputusan sendiri ke Ganjar, ini menunjukkan kesepakatan politik tertulisnya bersifat kosong semata, tidak ada kekuatan mengikat masing-masing partai dalam koalisi, wajar akhirnya keputusan diputuskan sendiri oleh partai dalam koalisi tersebut,” terang Dosen Ilmu Politik Universitas Soetomo ini.
Penulis: Mus